Hasil karya
yang termuat juga nilai cinta kasih kepada Tuhan NYA dan kepada sesama manusia
serta proses kehidupannya dapat termasuk dimulai dari sejarah candi Borobudur.
Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi
Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa
pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan dinasti
Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari
wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun
824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa pemerintahan
Ratu Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek
yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti
tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur
Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti
tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini.
Satu-satunya dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab
Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab
tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat meditasi penganut
Buddha.
Arti nama Borobudur yaitu "biara di
perbukitan", yang berasal dari kata "bara" (candi atau biara)
dan "beduhur" (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa Sansekerta.
Karena itu, sesuai dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu
digunakan sebagai tempat ibadat penganut Buddha.
Struktur Candi Borobudur
Candi
Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Yogyakarta.
Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur
sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai
puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya terdapat 72
stupa, selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Buddha. Sepuluh tingkat
menggambarkan filsafat Buddha yaitu sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus
dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha di nirwana. Pencapaian
nirwana tersebut ialah proses terjadinya manusia dalam ajaran Buddha kemudian
kembali pada nirvana yang semua proses itu disebut dengan reinkanansi. Proses
reikanansi dilalui sesuai dengan ajaran yang benar agar mendapat kesempurnaan
nirvana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama di tingkat paling atas.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan kosmologi
Buddha dan cara berpikir manusia. Cara berpikir ini adalah bagian dari
hakekat manusia. Dimana manusia menggunakan akal pikiran hasil dari evolusi
otak. Dari akal pikiran tersebut, terpikirkan penerapan berbagai ragam ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan hubungan vertikal maupun horizontal sesama
makhluk hidup. Melalui akal pikiran manusia mampu memprediksi, membuat,
mengambil dan menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Dari akal pikiran
juga akan timbul berbagai dorongan atau naluri positif untuk kelangsungan
hidup. Manusia dengan perasaannya dipengaruhi oleh akal pikirannya, dalam
konteks ini ada berbagai macam dorongan atau kehendak baik positif maupun
negatif. Titik kontrol dorongan tersebut kembali lagi kepada individu sendiri tergantung
tingkat ilmu yang diketahui dan keimanannya.
Dalam
hidup berkelompok, akal pikiran tersebut kolektif pada rasa sosial terhadap
sesama sebagaimana mestinya hakekat kehidupan manusia.
Di keempat sisi candi terdapat pintu
gerbang dan tangga ke tingkat di atasnya seperti sebuah piramida. Hal ini
menggambarkan filosofi Buddha yaitu semua kehidupan berasal dari bebatuan. Batu
kemudian menjadi pasir, lalu menjadi tumbuhan, lalu menjadi serangga, kemudian
menjadi binatang liar, lalu binatang peliharaan, dan terakhir menjadi manusia.
Proses ini disebut sebagai reinkarnasi. Proses terakhir adalah menjadi jiwa dan
akhirnya masuk ke nirwana. Setiap tahapan pencerahan pada proses kehidupan ini
berdasarkan filosofi Buddha digambarkan pada relief dan patung pada seluruh
Candi Borobudur.
Bangunan raksasa ini hanya berupa tumpukan
balok batu raksasa yang memiliki ketinggian total 42 meter. Setiap batu
disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung
berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagian dasar Candi Borobudur berukuran sekitar
118 m pada setiap sisi. Batu-batu yang digunakan kira-kira sebanyak 55.000
meter kubik. Semua batu tersebut diambil dari sungai di sekitar Candi
Borobudur. Batu-batu ini dipotong lalu diangkut dan disambung dengan pola
seperti permainan lego. Semuanya tanpa menggunakan perekat atau semen.
Sedangkan relief mulai dibuat setelah
batu-batuan tersebut selesai ditumpuk dan disambung. Relief terdapat pada
dinding candi. Candi Borobudur memiliki 2670 relief yang berbeda. Relief ini
dibaca searah putaran jarum jam. Relief ini menggambarkan suatu cerita
yang cara membacanya dimulai dan diakhiri pada pintu gerbang di sebelah timur.
Hal ini menunjukkan bahwa pintu gerbang utama Candi Borobudur menghadap timur
seperti umumnya candi Buddha lainnya.
Perayaan
Waisak
Setiap
tahun pada bulan purnama penuh pada bulan Mei atau ( Juni pada tahun kabisat),
umat Buddha di Indonesia memperingati Waisak di Candi Borobudur. Waisak
diperingati sebagai hari kelahiran, kematian dan saat ketika Siddharta Gautama
memperoleh kebijaksanaan tertinggi dengan menjadi Buddha Shakyamuni. Ketiga
peristiwa ini disebut sebagai Trisuci Waisak.
Upacara Waisak dipusatkan pada tiga buah candi Buddha dengan berjalan dari Candi
Mendut ke Candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.
Pada
malam Waisak, khususnya saat detik-detik puncak bulan purnama, penganut Buddha
berkumpul mengelilingi Borobudur. Pada saat itu, Borobudur dipercayai sebagai
tempat berkumpulnya kekuatan supranatural. Menurut kepercayaan, pada saat
Waisak, Buddha akan muncul secara kelihatan pada puncak gunung di bagian
selatan candi Borobudur.
Tahun 2009 lalu beberapa biksu dari berbagai
negara saat mengunjungi candi Buddha di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah
mengatakan, “Candi Borobudur tidak hanya milik Indonesia, tetapi juga milik
dunia. Menurutnya, di sekitar Candi Borobudur sebaiknya diberi tempat untuk
membangun stupa-stupa Budha dari berbagai negara, seperti Thailand, Burma, dan
Vietnam dan lain-lain yang masing-masing mempunyai ciri khas. "Dengan
demikian, Candi Borobudur yang merupakan lambang cinta dan belas kasih, bisa
semakin menarik masyarakat intenasional," katanya. Dari kunjungan para
biksu diharapkan bisa membangun rasa tenteram masyarakat dan kekuatan spiritual
yang akan mendorong masyarakat untuk bangkit.
Dari sudut pandang lain dengan adanya opini
tersebut, jika teralisasikan akan membawa dampak positif dan beberapa dampak
negatif. Bila pembuatan patung dilakukan oleh masyarakat sekitar, akan
menaikkan tingkat ekonomi kelompok masyarakat tersebut. Namun bila dari pihak
pengelola pengembang yang mewujudkan opini tersebut lebih memilih dan
mengutamakan pihak yang lebih ahli diluar masyarakat asli. Hal itu akan memicu
konflik di lingkungan masyarakat. Apalagi bila ditambah masyarakat asli tidak
diikut libatkan sedikitpun terhadap pengembangan industri itu.
Namun,
dari kelompok penyelenggara yang tentu sudah ahli dalam bidang tersebut juga
mempunyai dasar yang kuat terhadap jlan yang akan diambilnya itu. Karena
pembuatan patung Buddha tidak sembarang dalam membuatnya. Dasar yang
disampaikan ini mungkin menambah panasnya konflik yang dipicu oleh sedikit
kalangan yang mempunyai pandangan skeptis. Aibatnya perbuatan anarki akan marak
dilakukan. Jika benar tidak dilibatkan dalam pengembangannya. Ini akan memberi
citra buruk terhadap tujuan yang mulia yang ada pada sumbernya. Sehingga bila
perwujudan itu dilakukan, sebaiknya pemerintah juga mempertimbangkan peran
masyarakat asli disekitar lingkungan tempat yang hendak dikembangkan. Yang akan
membawa manfaat peningkatan kesejahteraan yang merata, dengan itu maka terjadi
interaksi sosial yang baik sesama manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar